- Back to Home »
- konspirasi »
- Sekolah Obama di Menteng Dahulu Milik Freemasonry
Posted by : Unknown
Senin, 04 Februari 2013
Ada fakta unik mengenai jati diri Obama yang tidak kita ketahui semua. “Buku Kenang-kenangan Freemasonry di Hindia Belanda 1767-1917” yang diterbitkan atas prakarsa tiga loge besar di Jawa menyatakan bahwa sekolah di Jalan Besuki (besukiweg) tempat Obama belajar dahulu dimiliki oleh freemasonry.
SDN Menteng 01 atau akrab dengan sebutan SDN Besuki
kala itu berada di bawah naungan Carpentier Alting Stiching, sebuah Yayasan
miliki Freemason yang memiliki perhatian dalam bidang pendidikan.
Carpentier Alting Stiching: Yayasan Freemason
Menurut Arta Wijaya, dalam bukunya “Jaringan Yahudi di
Nusantara” (Pustaka Al Kautsar: 2010) Albertus Samuel Carpentier Alting
(1837-1915) adalah tokoh masonik yang berada dibalik pendirian sekolah tersebut
pada tahun 1902.
Kala itu AS Alting masih melakukan inisiasi tentang
pendidikan dengan mendirikan Sekolah Menengah khusus bagi wanita (Hoogere
Burgere School/HBS), yang merupakan usaha pendidikan pertama di Hindia Belanda.
Jenjang waktu tempuh pendidikan HBS kala itu masih tiga tahun dan sempat
mengalami kendala karena kekosongan pendaftar.
Reputasi Alting sebagai seorang pendidik membuatnya
terlibat dalam mendirikan berbagai sekolah di dataran Jawa. AS Alting sendiri
adalah alumnus teologi di Universitas Leidendan memiliki pengaruh kuat dalam
jajaran Freemasonry di Hindia Belanda.
Selain sebagai pendidik, AS Alting juga tersohor
sebagai pendiri Majalah Mason Hindiadan Loge Agung Provinsial Hindia Belanda
serta menjabat Wakil Suhu Agung untuk Hindia Belanda.
Seiring berjalannya waktu, AS Alting kemudian
mendirikan sebuah yayasan yang dinamakan Carpentier Alting Stiching atau
disingkat CAS yang bernaung di bawah Ordo Freemasonry Hindia Belanda atau kala
itu disebut Ordo van Vrijmetselaren Nederlansche Oost Indie.
Lembaga-lembaga pendidikan dibawah yayasan inilah yang
kemudian menjadi cikal bakal sekolah tempat Obama mengenyam pendidikan,
sekaligus menunjukkan bagaimana visi Alting ke depannya.
Bukti-bukti itu bisa kita lihat jika berkunjung ke
situs CAS (cas-reunisten.nl). Ketika membuka situs tersebut, kita akan
dihadapkan langsung pada gambar sekolah di Jalan Besuki tempo dulu.
Pada sekolah-sekolah yang dibangun AS. Calting diterapkan
semangat inklusif dan pluralisme. Sekolah ini tidak mengenal perbedaan agama,
semua masyarakat dari segala jenis agama dipersilahkan untuk menimba ilmu.
Lambat laun kerja keras Alting membumikan pendidikan Belanda
yang kental nuansa masonik semakin menorehkan kesuksesan. Dalam buku Tarekat
Mason Bebas danMasyarakat Hindia Belanda 1764-1962 (Sinar
Harapan: 2004), T.H Stevens menyatakan bahwa CAS pada tahun 1952 telah
mendapatkan reputasi besar di kalangan Freemasonry.
Yayasan Freemasonry ini mengoleksi lebih dari 1.500 murid yang
terbagi dalam Lyceumdengan Middelbare Meisjes School (sekolah
menengah untuk perempuan), sebuah Uitgebreid Lager Onderwijs (sekolah menengah
pertama) dan tiga sekolah dasar. Para murid merasa senang mengunjungi CAS salah
satunya dikarenakan model sistem pendidikan modern dan sangat berkiblat ke
Barat.
Nono Anwar Makarim, salah seorang pengacara senior pernah
menceritakan bagaimana pengalamannya belajar di Carpentier Alting
Stichting pada tahun 1958 yang amat bergaya Eropa. Sepeti dikutip
Pusat dan Data Analisa Tempo, Nono mengatakan, ”Sejak kecil saya berdiri di dua
kultur yang berbeda, satu kaki pada kultur Barat, satu lagi berpijak di kultur
Timur.
AS.
Carpenter Alting dan Perannya Menyebarkan Faham Freemason
Pengalaman Alting melanglang buana ke dataran Nusantara sebagai
tokoh penting freemason tidak bisa dianggap sepele. Ia rajin berpindah dari
satu tempat ke tempat lainnya demi melebarkan sayap freemason.
Menurut Arta Wijaya, AS. Alting pertama kali menginjakkan kaki
di tanah nusantara di kota Padang. Ia kemudian bergabung menjadi anggota Loge
matahari dan terlibat mendirikan Perkumpulan Pengurusan Yatim Piatu dan Padang
Frobel School yang dibuka pada tahun 1889.
Dari Padang, AS. Alting kemudian dipindahkan ke Buitenzorg (Bogor)
dan memegang peranan berpengaruh dalam tubuh Buitenzorg Maconniek
Societiet (Perkumpulan Mason Bogor). Perkumpulan ini kemudian meretas
berdirinya Loge Excelsior pada 1891 di kota tersebut.
Lama mengenyam diri di Bogor, selanjutnya AS. Alting masih
melanjutkan pengembaraannya dengan hijrah ke Semarang pada kurun waktu 1895.
Menurut catatan Wikipedia, nama AS. Alting tercatat sebagai pendeta di Gereja
Blenduk yang kini terdapat di Jl. Letjend. Suprapto 32 Semarang dengan
nama Gereja GPIB Immanuel.
Gereja Kristen ini adalah gereja tertua di Jawa Tengah. Ia
dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada tahun 1753. AS.
Alting sendiri kemudian aktif berkhotbah di Gereja ini pada durasi 1895-1897.
Alumni
CAS dan Riwayatnya kini
Kisah sukses CAS membumikan pendidikan Belanda, membuat para
alumninya berinisiatif untuk mendirikan yayasan CAS-Relinisten untuk mengenang
masa-masa mereka sekolah dulu.
Bahkan tepat ketika pada tanggal 3 September 1977, telah sukses
diadakan peringatan 75 tahun berdirinya cikal bakal CAS pada tahun 1902. Acara
tersebut sendiri dilakukan dalam suatu pertemuan besar dengan melibatkan
sejumlah alumni dan elemen-elemen terkait di Gedung Konser di Den Haag.
Hal yang patut dicatat adalah bahwa dalam reuni tersebut, Atase
Militer kedutaan besar Indonesia meberikan kata sambutan dengan menekankan
bahwa CAS di Indonesia telah menjalankan suatu fungsi yang amat penting.
Dan hasil reuni itu kemudian dirumuskan dalam bentuk buku
kenangan berjudulGedenkboek 1902-1977 (Buku Peringatan 1902-1977)
yang dilengkapi dokumentasi album foto sehingga memberikan kesan berarti.
Saat pemerintah Indonesia, mengeluarkan Keppres Nomor
264 tahun 1962 yang membubarkan dan melarang Freemasonry beserta
segala organisasi derivatnya, nasib kegiatan di sekolah ini sempat
terkatung-katung.
Kehadiran CAS yang terendus kuat memiliki misi Freemasonry
membuat mereka sibuk memutar kepala. Namun waktu tidak memberi mereka peluang
banyak untuk bernafas hingga akhirnya kegiatan di sekolah ini tidak lagi aktif
tak lama setelah Keppres itu dikeluarkan.
Sebenarnya Raden Said Soekanto, Kepala Kepolisian pertama RI
sudah mengendus akan terjadinya pembubaran CAS pada tahun sebelum kepres itu
dikeluarkan.
Soekanto yang juga kader inti freemason telah mengatur strategi
untuk meneruskan roda perjalanan sekolah ini dengan cara mengganti nama Yayasan
Carpentier Alting menjadiYayasan Raden Saleh pada tahun
1958.
Namun seperti yang sudah dikisahkan sebelumnya, sejarah CAS di
bawah pimpinan Indonesia hanya berlangsung singkat. Kala itu Yayasan Raden
Saleh mengambil alih anggaran dasar CAS dan memberlakukan peraturan bahwa
mayoritas anggota pengurus haruslah merupakan kader freemason tulen. Akhirnya
banyak anggota-anggota pengurus baru berasal dari loge Jakarta “Purwa
Daksina”.
Ketua pengurus sendiri dipimpin oleh Soekanto. Sedangkan R.
Sumitro Kolopaking dan R. Soerjo memangku jabatan wakil-wakil ketua. Adapun M.
Soendoro, yang zaman itu memangku jabatan Sekretaris Agung Loge Agung
Indonesia, diamanahkan untuk mengisi posisi sekretaris.
Dalam buku “Satu Tahun Pendidikan Nasional Jajasan Raden
Saleh”, yang dikeluarkan pada bulan Juli 1959, kita bisa menengok segala
kenangan yang tersimpan mengenai sekolah ini. Dari data laporan pada tahun 1958
sampai 1959, Yayasan Raden Saleh tercatat mengelola dua sekolah dasar, yakni
Taman Kanak-Kanak, dan dua sekolah menengah, yaitu sebuah SMP dan sebuah SMA.
Namun pada tahun itu hanya tinggal sedikit murid Belanda ikut
mengenyam pendidikan bersama Yayasan Raden Saleh. Tercatat dari sekitar 450
murid yang mengikuti pendidikan bersama Yayasan Raden Saleh alias jelmaan CAS
pada kurun waktu 1958-1959 85 orang mempunyai nama keluarga Belanda dan sisanya
berasal dari aseli Indonesia.
Th Stevens menjelaskan bahwa pada dasarnya Yayasan Raden Saleh
kala itu tidak jauh berbeda dengan pendahulunya. Yayasan Raden Saleh sebagai
penerus CAS, selalu menerapkan prinsip masonik tentang manusia dan masyarakat
hingga akhirnya usaha ini terhenti oleh karena perkembangan politik pada awal
tahun-tahun enam puluhan.
Pada masa kini dapat disaksikan bahwa di tempat
sekolah-sekolah Carpentier Altingdahulu, di Koningsplein
Oust (sekarang Medan Merdeka Timur) terdapat lembaga dengan pendidikan
lanjutan.
Namun sekolah ini, menurut Th Stevens, tidak ada kaitannya
dengan landasan semula. Terlebih saat ini sekolah yang didirikan freemason itu
telah berubah fungsi menjadiGedung Galeri Nasional Indonesia yang
terletak di Jalan Medan Merdeka Timur No. 14. Jakarta Pusat lengkap dengan
catatan kelam sejarahnya. (sumber:IslamIsLogic.wordpress)